Lebih Penting Mana? Pendidikan Karakter atau Nilai Akademik Anak?
19.11.15
Add Comment
Orang tua mana yang tak ingin anaknya bersekolah dengan nilai bagus serta memiliki sederet prestasi lainnya. Mereka pun rela memasukkannya ke sekolah yang memiliki fasilitas bagus dengan gedung megah yang terkadang menjadi tolak ukur untuk sekolah yang berkualitas. Benarkah? Sayangnya, banyak sekali masyarakat kita yang lebih ‘terlena’ dengan penampakan dari luar tanpa memikirkan pelajaran apa yang akan diterima oleh si anak.
Salah satunya adalah pendidikan karakter yang terkadang sangat sulit ditemukan di sekolah berkualitas sekalipun. Hal ini tidak terlepas dari besarnya tuntutan akan nilai akademis yang harus bagus dan tinggi. Tidak dipungkiri, jika faktor ini memang masih dijadikan standar mulai dari tingkat SD hingga SMA bahkan faktor kelulusan saat mengikuti ujian SBMPTN.
Kecenderungan masyarakat yang hanya terfokus kepada penampilan luar membuat mereka lupa akan pentingnya karakter yang terdidik. Alhasil, tak sedikit diantara lulusan terbaik yang terkadang sulit untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar hanya karena terbiasa belajar secara linier. Jiwa kepemimpinan seakan diabaikan dengan sederet angka yang fantastis dengan segudang prestasi.
Padahal, perkembangan karakter yang seharusnya dimulai sejak dini haruslah dilakukan mengingat di masa dewasa nanti mereka dapat bersaing dengan sehat. Selain itu, tingkat pengendalian diri yang baik, sopan santun, toleransi hingga memiliki jiwa sosial adalah hal yang amat penting untuk diajarkan. Jika tidak, bisa jadi anak maksimal dalam prestasi namun buruk dalam hal karakter. Itu sebabnya, memilih sekolah pun sebaiknya mempertimbangkan hal ini mengingat pendidikan karakter merupakan basis utama.
Bagaimana dengan Kondisi Remaja Saat Ini?
Secara fakta yang terjadi di lapangan adalah masih banyak anak yang kurang mendapat ajaran pendidikan karakter seperti ini sehingga secara tidak langsung terbawa saat mereka dewasa. Emosi yang tidak stabil adalah salah satu contohnya terutama di masa remaja atau yang sedang duduk di bangku SMA. Tawuran adalah contoh nyata yang kerap terjadi hanya karena masalah sepele yang berujung pada penyesalan hingga kematian.
Tingkat emosi ini jugalah yang mempengaruhi kemampuan belajar siswa dalam menghadapi berbagai ujian termasuk menjawab soal SBMPTN yang merupakan awal seseorang yang hendak melanjutkan studinya. Boleh saja seorang siswa merasa lebih pintar namun bila tak memiliki kemampuan dalam menetralisir emosi bisa berakibat fatal saat dinyatakan tidak lulus ujian. Rasa minder atau kurang percaya diri yang timbul secara perlahan akan menyandera pikirannya.
Begitu juga saat mengikuti ujian masuk Perguruan Tinggi Negeri atau SBMPTN dimana yang dibutuhkan disini tak sekedar kemampuan akademis saja, namun mampu mengendalikan tekanan yang muncul. Mungkin tidak sedikit yang merasa heran jika ternyata ada lulusan SMA dengan prestasi akademisnya biasa saja bisa menembus Universitas favorit. Namun, kondisi sebaliknya terjadi pada mereka yang memiliki prestasi cukup membanggakan tapi tak berujung pada keberhasilan. Setelah diurut, faktor emosi yang cukup tegang akan hasil ujian ternyata memberi hasil yang berbeda dimana si siswa yang biasa saja dalam hal prestasi mengerjakan soal tanpa dibebani sementara sebaliknya, siswa berprestasi itu membayangkan hal jika tak lulus. Satu perbedaan yang cukup mencolok bukan?
Itu sebabnya, karakter yang baik dan terdidik adalah hal yang tidak bisa dipisahkan. Meski sekolah bukan satu satunya sumber pembentukan, namun setidaknya ajaran dasar sudah tertanam sejak kecil. Jika tidak, bayangan akan lulusan yang tak memiliki ‘hati’ akan jauh lebih buruk daripada mereka yang mempunyai hati penuh kasih.
Salah satunya adalah pendidikan karakter yang terkadang sangat sulit ditemukan di sekolah berkualitas sekalipun. Hal ini tidak terlepas dari besarnya tuntutan akan nilai akademis yang harus bagus dan tinggi. Tidak dipungkiri, jika faktor ini memang masih dijadikan standar mulai dari tingkat SD hingga SMA bahkan faktor kelulusan saat mengikuti ujian SBMPTN.
Kecenderungan masyarakat yang hanya terfokus kepada penampilan luar membuat mereka lupa akan pentingnya karakter yang terdidik. Alhasil, tak sedikit diantara lulusan terbaik yang terkadang sulit untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar hanya karena terbiasa belajar secara linier. Jiwa kepemimpinan seakan diabaikan dengan sederet angka yang fantastis dengan segudang prestasi.
Padahal, perkembangan karakter yang seharusnya dimulai sejak dini haruslah dilakukan mengingat di masa dewasa nanti mereka dapat bersaing dengan sehat. Selain itu, tingkat pengendalian diri yang baik, sopan santun, toleransi hingga memiliki jiwa sosial adalah hal yang amat penting untuk diajarkan. Jika tidak, bisa jadi anak maksimal dalam prestasi namun buruk dalam hal karakter. Itu sebabnya, memilih sekolah pun sebaiknya mempertimbangkan hal ini mengingat pendidikan karakter merupakan basis utama.
Bagaimana dengan Kondisi Remaja Saat Ini?
Secara fakta yang terjadi di lapangan adalah masih banyak anak yang kurang mendapat ajaran pendidikan karakter seperti ini sehingga secara tidak langsung terbawa saat mereka dewasa. Emosi yang tidak stabil adalah salah satu contohnya terutama di masa remaja atau yang sedang duduk di bangku SMA. Tawuran adalah contoh nyata yang kerap terjadi hanya karena masalah sepele yang berujung pada penyesalan hingga kematian.
Tingkat emosi ini jugalah yang mempengaruhi kemampuan belajar siswa dalam menghadapi berbagai ujian termasuk menjawab soal SBMPTN yang merupakan awal seseorang yang hendak melanjutkan studinya. Boleh saja seorang siswa merasa lebih pintar namun bila tak memiliki kemampuan dalam menetralisir emosi bisa berakibat fatal saat dinyatakan tidak lulus ujian. Rasa minder atau kurang percaya diri yang timbul secara perlahan akan menyandera pikirannya.
Begitu juga saat mengikuti ujian masuk Perguruan Tinggi Negeri atau SBMPTN dimana yang dibutuhkan disini tak sekedar kemampuan akademis saja, namun mampu mengendalikan tekanan yang muncul. Mungkin tidak sedikit yang merasa heran jika ternyata ada lulusan SMA dengan prestasi akademisnya biasa saja bisa menembus Universitas favorit. Namun, kondisi sebaliknya terjadi pada mereka yang memiliki prestasi cukup membanggakan tapi tak berujung pada keberhasilan. Setelah diurut, faktor emosi yang cukup tegang akan hasil ujian ternyata memberi hasil yang berbeda dimana si siswa yang biasa saja dalam hal prestasi mengerjakan soal tanpa dibebani sementara sebaliknya, siswa berprestasi itu membayangkan hal jika tak lulus. Satu perbedaan yang cukup mencolok bukan?
Itu sebabnya, karakter yang baik dan terdidik adalah hal yang tidak bisa dipisahkan. Meski sekolah bukan satu satunya sumber pembentukan, namun setidaknya ajaran dasar sudah tertanam sejak kecil. Jika tidak, bayangan akan lulusan yang tak memiliki ‘hati’ akan jauh lebih buruk daripada mereka yang mempunyai hati penuh kasih.
0 Response to "Lebih Penting Mana? Pendidikan Karakter atau Nilai Akademik Anak?"
Post a Comment