Pemberian Reward dan Punishment Sudah Kuno, Menurut Anies Baswedan
15.12.15
Add Comment
Model pendidikan dengan memberi penghargaan dan hukuman bagi anak didik dinilai sudah ketinggalan zaman. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan menyebutkan, cara yang dikenal dengan istilah "reward and punishment" itu tidak efektif lagi diterapkan kepada anak-anak di masa sekarang.
"Reward and punishment itu kuno. Kalau bicara pendidikan, yang harus dibangun adalah positif disiplin," kata Anies saat berbicara dalam acara Kompasianival 2015 di Gandaria City, Jakarta Selatan, Sabtu (12/12/2015). Makna positif disiplin yang dimaksud oleh Anies adalah mengupayakan suatu kondisi di mana seseorang yang mengalami kegagalan terpacu untuk menjadi lebih baik lagi.
Anies mencontohkan dampak dari penerapan reward and punishment, dengan situasi seorang murid telat datang ke sekolah, dihukum berdiri sepanjang jam pelajaran oleh gurunya. Dari hal itu, dapat dilihat, hukuman yang diberikan sama sekali tidak berhubungan dengan telat datang ke sekolah.
Hukuman seperti itu juga tidak menjamin sang murid tidak telat lagi di kemudian hari. "Datang terlambat ke sekolah, dihukum berdiri. Nyambung enggak antara terlambat dan berdiri? Itu buat puas gurunya saja," tutur Anies. Mantan rektor Universitas Paramadina itu juga mengajak para orangtua dan pendidik agar jangan melihat anak seperti kertas kosong.
Perumpamaan anak seperti kertas kosong memang marak, namun sebaiknya, anak dianggap sebagai biji atau benih. "Kayak kata Ki Hadjar Dewantoro, anak-anak kita seperti biji. Tugas kita, menumbuhkan biji. Akarnya enggak terlihat. Batang, daun, juga tak nampak. Tapi, kalau diberi kesempatan tumbuh, akan jadi tanaman yang indah," ujar Anies.
Sumber >> edukasi kompas
"Reward and punishment itu kuno. Kalau bicara pendidikan, yang harus dibangun adalah positif disiplin," kata Anies saat berbicara dalam acara Kompasianival 2015 di Gandaria City, Jakarta Selatan, Sabtu (12/12/2015). Makna positif disiplin yang dimaksud oleh Anies adalah mengupayakan suatu kondisi di mana seseorang yang mengalami kegagalan terpacu untuk menjadi lebih baik lagi.
Anies mencontohkan dampak dari penerapan reward and punishment, dengan situasi seorang murid telat datang ke sekolah, dihukum berdiri sepanjang jam pelajaran oleh gurunya. Dari hal itu, dapat dilihat, hukuman yang diberikan sama sekali tidak berhubungan dengan telat datang ke sekolah.
Hukuman seperti itu juga tidak menjamin sang murid tidak telat lagi di kemudian hari. "Datang terlambat ke sekolah, dihukum berdiri. Nyambung enggak antara terlambat dan berdiri? Itu buat puas gurunya saja," tutur Anies. Mantan rektor Universitas Paramadina itu juga mengajak para orangtua dan pendidik agar jangan melihat anak seperti kertas kosong.
Perumpamaan anak seperti kertas kosong memang marak, namun sebaiknya, anak dianggap sebagai biji atau benih. "Kayak kata Ki Hadjar Dewantoro, anak-anak kita seperti biji. Tugas kita, menumbuhkan biji. Akarnya enggak terlihat. Batang, daun, juga tak nampak. Tapi, kalau diberi kesempatan tumbuh, akan jadi tanaman yang indah," ujar Anies.
Sumber >> edukasi kompas
0 Response to "Pemberian Reward dan Punishment Sudah Kuno, Menurut Anies Baswedan"
Post a Comment